Tuesday, June 25, 2019

Dauroh Liburan FAPI

Generasi Milenial, Generasi Tangguh

MEC NEWS- 25 Juni 2019, lantai 2 Gerai Al Hijab yang berada di bilangan Pasar Kleco cukup ramai.  Pada hari itu Forum Aktualisasi Pelajar Islam (FAPI) yang berada di bawah naungan Muslimah Education Centre (MEC) menggelar Dauroh Liburan bertajuk "Generasi Milenial, Generasi Tangguh."

Anak-anak putri yang rata-rata berjilbab besar, bahkan ada diantaranya bercadar, begitu semangat mengikuti pemaparan Usth Melani yang bertindak sebagai pemateri. Beliau mengajak para remaja putri yang hadir untuk mewaspadai tanda-tanda hari kiamat yang semakin jelas terlihat.

Ustadzah Melani yang juga tenaga pengajar di SMPIT Ar Risalah ini menekankan, pentingnya para remaja putri untuk lebih menjaga dirinya. Karena hari ini banyak yang orang mengaku Islam tapi tidak faham Islam.



Perzinaan yang ditandai dengan dihalalkannya zina, sutra, musik, dan minuman keras, bukan lagi dianggap tabu. Yang tak kalah mengerikan, berdasarkan data pada tahun 2018 praktek-praktek prostitusi yang berujung pada aborsi juga dilakukan oleh anak ABG.

Padahal para pemuda zaman dahulu, mengukir prestasi di usia teramat muda. Zubair bin Awwam yang juga teman diskusi  Rosululloh, telah memimpin dakwah sejak usia 15 tahun. Sa'ad bin Abi Waqqash dikenal sebagai pemanah dan kesatria ulung sejak usia 17 tahun. Usamah bin Zaid pada usia 20 tahun telah dikenal sebagai panglima perang ketika melawan Romawi, dan meraih kemenangan.

Begitu banyak contoh pemuda Islam yang bertebaran di buku-buku sejarah. Semua membawa harum nama Islam sejak usia belia hingga akhir hayatnya.

Sesion selanjutnya, usai Ustadah Melani memaparkan materi, tibalah saat yang ditunggu para peserta. Yaitu Coocking Class, membuat Chicken Tortila bersama Ibu Rika Wahyuni. Tujuan utamanya, membekali para remaja putri agar dqpat turut serta menyuguhkan camilan sehat di dalam keluarga. Para peserta terlihat antusias mengikuti acara hingga akhir.




Dauroh liburan yang diikuti sekitar 130an peserta ini berlangsung dengan baik. Acara pun berakhir sekitar pk. 13.00. Anak-anak kembali ke rumah masing-masing, bahkan diantara mereka ada yang menyisakan harapan agar suatu saat bisa berjumpa lagi. (Lay)

Wednesday, April 3, 2019

Melahirkan Generasi Pejuang Islam


(Sebuah ringkasan kajian yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Adian Husaini (Ketua Progam S3 Pendidikan Islam Univ. Ibnu Khaldun Bogor, pendiri Pondok Pesantren Shoul Lin al-Islami, PRISTAC, dan At-Taqwa College), pada 3 April 2019, di Masjid Ibadurrahman Goro Assalam Solo.)

MEC News- Ustadz Adian menyatakan, kegagalan Pendidikan Islam adalah gagalnya mencetak generasi pejuang Islam. Kegagalan ini disebabkan karena pendidikan di Indonesia, termasuk Pendidikan Islam, terlalu berorientasi pada industrialisasi yang bertujuan mempersiapkan manusia untuk dapat bekerja dengan seperangkat kompetensi teknis yang harus dikuasai. Dampaknya, banyak generasi penerus Islam yang memiliki cita-cita menjadi buruh, dan realitasnya memang banyak yang menjadi buruh industri.

Dalam konteks pembangunan Peradaban Islam dibutuhkan lahirnya generasi pejuang Islam karena menurut Ustadz Adian, kebangkitan suatu peradaban baru selalu diawali dengan kelahiran generasi baru. Oleh karena itu, mutlak bagi umat Islam untuk melahirkan generasi baru yang bermental pejuang untuk meraih kejayaan Islam dan Peradaban Islam.

Untuk melahirkan generasi pejuang Islam, ustadz Adian menegaskan agar umat Islam memahami konsep pendidikan Islam dengan benar, bahwa hakikat pendidikan adalah penanaman adab, nilai-nilai Islam, dan ilmu yang bermanfaat untuk dakwah dengan tujuan menjadikan manusia hamba Allah yang baik dan mampu memenuhi amanah sebagai wakil Allah.

Merujuk pada hakikat dan tujuan pendidikan Islam, metode pendidikan Islam bertolak dari interaksi antara guru dan murid, dosen dan mahasiswa, sehingga pertemuan antara keduanya melalui teknologi informasi, semisal kuliah daring, tidak dapat disebut pendidikan, tetapi pengajaran, karena internalisasi adab dan nilai membutuhkan contoh dan teladan dari sosok guru atau dosen yang membersamai murid atau mahasiswa sepanjang proses pendidikan dilangsungkan.

Kunci perbaikan Pendidikan Islam, disebutkan oleh ustadz Adian, terdapat pada ranah pendidikan keluarga dan pendidikan tinggi. Ustadz Adian menyatakan, pendidikan terbaik adalah pendidikan keluarga karena guru terbaik bagi setiap anak adalah orangtuanya. Oleh karena itu untuk mencapai keberhasilan pendidikan keluarga, wajib bagi setiap orangtua untuk memahami dan mengamalkan ilmu pendidikan anak menurut Islam.

Mendidik anak dengan baik untuk menjaga fitrahnya adalah hak anak yang harus dipenuhi oleh setiap orangtua. Kegagalan pendidikan keluarga menyebabkan anak menyimpang dari fitrahnya, yakni menjadi Yahudi, Nashrani, atau Majusi, sebagaimana termuat dalam Hadits. Jika terjadi kegagalan pendidikan keluarga, maka yang harus disalahkan adalah orangtua. Oleh karenanya setiap orangtua Muslim harus terdidik agar mampu mendidik anaknya. Dan orangtua terbaik adalah orangtua yang mampu mendidik anaknya agar kelak anaknya mampu mendidik keturunannya.

Pendidikan dasar yang dimulai dari pendidikan keluarga bertujuan untuk mempersiapkan anak memasuki fase akil baligh yang menandai seorang anak memasuki fase hidup sebagai mukallaf, yakni dirinya telah dibebani tanggungjawab untuk melaksanakan agama sebagai umat Islam. Sehingga, pendidikan dasar harus berfokus membangun iman, mengajarkan ibadah wajib, mengajarkan baca tulis Al-Qur'an, serta membentuk akhlak yang baik.

Kunci kedua perbaikan Pendidikan Islam ialah dalam ranah pendidikan tinggi. Ketika anak mencapai akil baligh, dirinya telah menjadi dewasa, bukan lagi anak kecil, sehingga pendidikan yang diberikan kepadanya haruslah pendidikan yang diperuntukkan bagi orang dewasa dan dirinya harus diperlakukan sebagai orang dewasa.

Fokus pendidikan tinggi, oleh Ustadz Adian dimulai dari tingkat SMA sederajat, adalah membangun kemandirian anak agar mampu berjuang menjadi pendakwah untuk kebangkitan Peradaban Islam yang mensyaratkan dimilikinya kebanggaan terhadap identitas diri sebagai umat Islam dengan keyakinan bahwa Islam merupakan satu-satunya kebenaran dan dipahaminya Peradaban Islam sebagai peradaban yang agung, sebagaimana disampaikan ustadz Adian yang mengutip pernyataan Muhammad Assad.

Untuk itu, di tingkat pendidikan tinggi, setiap anak wajib menguasai enam kompetensi, meliputi (1) Islamic Worldview; (2) konsep ilmu menurut Islam; (3) konsep pendidikan Islam; (4) fiqhud dakwah; (5) tantangan pemikiran kontemporer; dan (6) sejarah Peradaban Islam. Setelah anak menguasai keenam kompetensi tersebut, barulah diperbolehkan memasuki Fakultas dan Prodi sesuai dengan potensi dan minat masing-masing yang akan menjadi spesialisasi anak.

Berdasarkan tujuan tingkat pendidikan tinggi, metode pendidikan yang harus diterapkan adalah metode komparasi, yakni membandingkan Islam dengan agama, faham, dan ideologi lain agar terbangun keimanan yang kuat dalam diri anak. Selain itu penyampaian materi sejarah Peradaban Islam dengan benar juga sangat dibutuhkan untuk menguatkan mental anak dalam berjuang agar anak memahami perjuangan para Nabi dan Rasul serta generasi pendahulu umat Islam.

Dengan proses pendidikan demikian, dari tingkat pendidikan rendah hingga tingkat pendidikan tinggi, diharapkan akan lahir generasi pejuang Islam, yakni generasi ulama yang menguasai bidang kedokteran, ilmu-ilmu alam, ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu lainnya. Sehingga pada masa mendatang kita akan melihat perjuangan umat Islam di berbagai aspek kehidupan dengan tujuan kebangkitan Peradaban Islam.

Ustadz Adian Husaini mengingatkan bahwa Pendidikan Islam memiliki beberapa ciri khas. Pertama, menyatukan intelektualisme dengan militerisme karena tujuan Pendidikan Islam adalah membentuk umat Islam menjadi manusia yang kuat jiwanya dan tubuhnya agar dapat berjuang. Kedua, Pendidikan Islam berfokus pada hasil atau kompetensi yang harus dikuasai anak, bukan pada proses, sehingga tidak dapat diterapkan standar yang bersifat universal untuk seluruh anak dikarenakam setiap anak memiliki kemampuan masing-masing yang saling berbeda.

Bertolak dari ciri khas kedua, ustadz Adian menyampaikan bahwa yang terpenting dari Pendidikan Islam adalah kualitas guru, bukan sistem pendidikan, kurikulum, apalagi kualitas bangunan. Oleh karenanya seorang guru harus diberi keleluasaan dan kepercayaan penuh dalam mendidik untuk mencapai kompetensi yang diwajibkan Islam, karena yang paling memahami anak adalah guru. Termasuk perihal kelulusan pendidikan anak, sepenuhnya harus diserahkan kepada guru yang mendidiknya, bukan ditentukan oleh pihak ketiga.

Terakhir, ustadz Adian dalam kesempatan kali ini juga menyoroti permasalahan pendidikan di kalangan umat Islam. Pertama, di era Disrupsi saat ini, Pendidikan Islam harus mampu membentuk generasi Islam yang memiliki kemampuan berfikir kritis, kreatif dalam mencari solusi dari setiap masalah, mampu berkomunikasi dengan baik, dan mampu berkolaborasi dengan berbagai elemen umat Islam.

Permasalahan kedua yang disoroti ustadz Adian adalah kesalahpahaman yang menjangkiti umat Islam terkait pendidikan, tidak terkecuali pihak orangtua dan guru. Yang diwajibkan oleh Islam kepada setiap umat Islam adalah mencari ilmu, bukan mencari sekolah. Sekarang ini berkembang sebuah faham yang oleh ustadz Adian disebut dengan Sekolahisme bahwa satu-satunya tempat mencari ilmu adalah sekolah dan hanya dengan bersekolah sajalah ilmu dapat dikuasai. Padahal untuk mencari ilmu yang dibutuhkan adalah guru, bukan tembok bangunan sekolah.

Ustadz Adian berharap generasi Islam bermental pejuang akan melanjutkan perjuangan para ulama di Nusantara. Beliau menyampaikan, perjuang pada masa kini dan masa yang akan datang tidak lebih berat dibandingkan perjuangan para ulama terdahulu yang pertama kali menyampaikan Islam di Nusantara. Dari tidak ada satupun yang memeluk Islam, para ulama terdahulu berhasil menyampaikan Islam hingga kini sekitar 80% penduduk Indonesia adalah seorang Muslim. Dari segi kuantitasnya jangan sampai menurun, dan dari segi kualitasnya harus terus mengalami peningkatan. Untuk itu mutlak dibutuhkan generasi pejuang!

Diringkas oleh: Andika Saputra,

Menjadi Guru Keluarga

Menyiapkan Generasi Pejuang



MECNews- 3 April 2019. Pagi itu Masjid Ibadurrahman yang berlokasi di Assalam Hypermart cukup ramai. Beberapa ibu yang tergabung dalam Muslimah Education Centrer (MEC) terlihat hilir mudik menyiapkan beragam perangkat.
Hari itu, bedah literasi sebuah e-book karya DR. Adian Husaini  akan digelar. Karpet pun terhampar di ruang masjid yang menampung sekitar 600an jemaah. Mendekati pukul 7.30 para peserta mulai berdatangan. 
Masjid megah tersebut semakin penuh meski DR. Adian sudah memulai tela-ah pemikirannya. Para peserta yang terdiri atas berbagai kalangan terlihat khusyuk menyimak. Tak sedikit yang manggut-manggut tanda setuju dengan apa yang dikemukakan oleh Ketua Doktoral Pendidikan  Islam Ibn Khaldun Bogor ini.
Ada hal yang menarik untuk disimak pada paparan beliau ini. Adalah pentingnya kesadaran orang tua akan urgensi pendidikan dari rumah. Karena rumah adalah pondasi sebelum mereka mengenyam pendidikan yang lebih tinggi.
Kenyataannya tak sedikit orang tua berlomba mencari sekolah terbaik bagi anak-anaknya, tetapi tak mau menjadi pembelajar. Padahal sesungguhnya, yang pertama kali harus belajar adalah orang tua. 
Kenyataan yang lain, mayoritas orang tua menitipkan anaknya hanya memandang fasilitas sekolah atau jumlah murid dan materi keilmuan yang menyibukkannya dengan dunia. Padahal para ulama menjadikan adab sebagai pengantar utama dalam mendidik anak. Setelah itu, raihlah ilmu.
Terakhir, DR. Adian mengajak kita belajar sejarah. Umat Islam melalui masa jayanya pada masa Rasulullah dan para shahabatnya. Nabiullah Muhammad telah membangun peradaban agung di Madinah. Sebagai kota yang diakui paling maju hingga abad ini.
Maka tak berlebihan kiranya apabila kita, orang tua dan para pendidik, harus kembali belajar. Karena kelak kita semua akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah. (Lay)